Surabaya – Cerita misteri hingga asal usul kehidupan ratusan monyet-monyet yang menghuni kuburan Ngujang, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung banyak beredar luas di masyarakat. TPU yang ada sisi utara Tulungagung tersebut kerap didatangi warga sekitar bahkan luar Tulungagung.
Lokasi tersebut juga dinamakan Wisata Ketek’an. Dalam arti Jawa ketek adalah monyet, tapi dalam bahasa Indonesia bisa jadi artinya ketekan atau tertekan atau bahkan ketiak.
Meski tak hidup dalam kandang, namun monyet tersebut bisa berinteraksi dengan masyarakat atau pengunjung yang datang. Kawanan monyet tersebut biasa hidup secara bergerombol dengan koloninya, terkadang berada di antara batu-batu nisan, pinggir jalan maupun bergelantungan di pepohonan.
1. Kera Ngujang Santri Kutukan Sunan Kalijaga
Konon monyet liar abu-abu di kawasan pemakaman Ngujang awalnya berasal dari seorang para santri nakal yang dikutuk Sunan Kalijaga.
Menurut Juru Kunci Makam Ngujang, pada saat Sunan Kalijaga memberikan wejangan saat menyebarkan Agama Islam di wilayah Tulungagung, ada beberapa santri yang bermain-main di atas pohon.
“Maka berujarlah Sunan Kalijaga, yang lain belajar kok malah naik ke pohon kaya kera. Mungkin karomah seorang wali atau sunan, berujar seperti tadi bisa menjadi kenyataan,” jelasnya.
2. Jelmaan Pencari Pesugihan
Bagi masyarakat Tulungagung tidaklah asing dengan cerita tersebut, konon monyet-monyet Ngujang merupakan jelmaan dari para pencari pesugihan yang telah meninggal dunia.
Namun menurut Juru Kunci Makam Ngujang Ribut Katenan cerita tersebut tidak benar. Monyet-monyet yang hidup di kawasan Ngujang sebenarnya adalah monyet biasa, namun dia menyakini dilindungi oleh hal gaib.
“Ini sering saya garis bawahi, kalau (jelmaan pencari pesugihan) itu sebenarnya kurang benar. Kenapa? kalau orang mati menjadi monyet, sedangkan monyet ini bisa mati, terus kera ini menjadi apa,” kata Ribut saat ditemui detikcom di kuburan Ngujang.
Leave a Reply