Jakarta – Sebuah video yang menampilkan kemunculan ikan oarfish beredar di media sosial. Oarfish ini terekam oleh para penyelam di laut Taiwan.
Dikutip USA Today, Kamis 27 Juli 2023, ikan oar raksasa itu normalnya hidup di kedalaman laut sekitar 700 kaki, namun juga telah ditemukan sedalam 3.280 kaki.
“Banyak hewan luar biasanya ditemukan di lepas pantai timur laut Taiwan, namun ini adalah pertemuan pertama saya dengan oarfish raksasa,” kata Wang Cheng Ru, anggota dari sekelompok penyelam di pantai di Ruifang District, Taiwan.
Penampakan ikan berwarna perak yang panjang itu kerap dianggap sebagai tanda bencana tsunami yang akan datang. Namun, video tersebut memperlihatkan sang ikan oarfish terluka. Bagian tubuhnya berlubang.
Berikut fakta-fakta tentang oarfish yang dirangkum Liputan6.com.
Dikutip dari kanal Global Liputan6.com, oarfish dilaporkan sebagai ikan soliter, atau biasa hidup sendiri. Beberapa genus, seperti Regalecus, yang berusia dewasa mampu berkembang hingga sepanjang 1 – 7 meter.
Menurut sejumlah laporan penampakan, oarfish tersebar di sejumlah kawasan perairan, termasuk juga di wilayah kutub hingga di laut tropis. Persebaran itu dipengaruhi oleh sumber makanan yang tersedia. Karena, oarfish cenderung hidup di tempat yang memiliki ketersediaan makanan yang mumpuni.
Makanan oarfish beragam, mulai dari zooplankton, udang, krustasea kecil, ubur-ubur, dan cumi.
Oarfish diketahui hidup di zona pelagik yang merupakan kawasan laut dengan rerata kedalaman 3,68 km hingga maksimum 11 km dan terbagi menjadi lima sub-zona.
Lima sub-zona itu adalah epipelagik (0-200 m), mesopelagik (200-1.000 m), batipelagik (1.000-4.000 m), abisopelagik (4.000-dasar laut), dan hadopelagik (dasar laut).
Karena biasa hidup di lautan dalam, oarfish menjadi salah satu ikan yang sulit ditangkap dan membuatnya menjadi sulit diteliti. Hanya ada sejumlah penangkapan dan penampakan yang dilaporkan tentang oarfish.
Oarfish Berasal dari Ordo Lampiformes
Ordo Lampiformes adalah jenis ikan bersirip kipas (ray-finned fish). Lampiformes merupakan ordo yang mencakup sekitar 96 persen jenis ikan yang ada di lautan.
Sirip kipas dan sirip panggul (pelvic fin) merupakan organ tubuh yang digunakan oleh oarfish untuk berenang. Ordo tersebut banyak hidup di laut dengan kedalaman 100 hingga 1.000 meter, menjadikan ikan ordo lampiformes juga berjenis pelagik.
Ikan-ikan yang berasal dari ordo ini juga memiliki karakteristik berkulit cerah. Dan salah satu genus oarfish, Regalecus, mampu memiliki kulit berwarna kemerah-merahan.
Regalecidae, nama familia oarfish, terbagi menjadi dua genus, yakni Agrostichthys dan Regalecus.
Saat ini, Agrostichthys memiliki spesies bernama Agrostichthys parkeri atau disebut sebagai Streamer fish. Spesies ini merupakan jenis oarfish yang biasa hidup di samudera bagian selatan Bumi dan mampu hidup berkembang hingga sepanjang 3 meter.
Sementara itu Regalecus memiliki spesies bernama Regalecus glesne atau dikenal sebagai oarfish raksasa. Spesies ini hidup di kawasan perairan yang beragam, mengikuti sumber makanan yang ada.
Spesies Regalecus glesne diyakini bertanggung jawab atas mencuatnya mitos tentang ular laut (sea serpent). Salah satu yang berukuran besar pernah ditangkap pada 1996 oleh taruna Navy SEALs AS. Hasil pengukuran atas tangkapan pada 1996 menunjukkan bahwa spesies Regalecus glesne mampu berkembang hingga sepanjang 7 meter lebih.
Kemunculan Oarfish Disebut Pertanda Bencana, Ini Kata Ilmuwan
Laman The Telegraph juga pernah memuat artikel tentang oarfish yang muncul ke permukaan sebelum terjadi gempa besar di Chile dan Haiti pada 2010 silam. Namun, para ilmuwan masih skeptis dengan anggapan bahwa oarfish adalah petanda gempa.
“Mungkin itu hanya kebetulan belaka,” kata Rick Feeney, dari Natural History Museum of Los Angeles County, seperti Liputan6.com kutip dari CBS.
Apalagi, tambah dia, empat penampakan oarfish telah dilaporkan sejak 2010 dari selatan Central Coast, termasuk Malibu pada 2010 dan Lompoc pada 2011.
“Kami pikir, ikan-ikan itu terdampar di pantai dan mati karena mengalami tekanan tertentu, yang belum kita pahami,” kata Feeney, menambahkan oarfish bisa jadi kelaparan atau mengalami disorientasi.
Dalam kasus lainnya, beberapa ilmuwan mencoba mencari hubungan antara penampakan oarfish dan aktivitas gempa di sepanjang patahan San Andreas. Hasilnya, tidak ada yang ditemukan.
Para ahli biologi di Universyty of California in Los Angeles (UCLA) juga mengajukan berbagai penjelasan mengapa oarfish secara berkala ditemukan di permukaan laut, atau ditemukan mati di sepanjang pantai.
Hewan-hewan itu kemudian diketahui bukan perenang hebat, dan arus musiman bisa mendorong ikan yang sekilas bertubuh seperti ular –namun pipih– ke permukaan, di mana mereka akhirnya mati karena kelelahan.
Penjelasan yang lebih “bombastis” (namun tidak terbukti) melibatkan gas atau senyawa kimia yang dilepaskan oleh celah bawah air, meracuni hewan di laut.
Tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara perilaku hewan dan aktivitas seismik yang ditemukan di lautan, bahkan hingga kasus terakhir yang terjadi di Toyama, tidak menunjukkan aktivitas sesimik berarti selama hampir sepekan setelahnya.
Sementara, Kabid Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut, kemunculan ikan oarfish yang notabene ikan laut dalam ke permukaan juga bukanlah pertanda gempa besar dan tsunami.
“Hasil kajian statistik terbaru mengungkap bahwa jenis ikan laut dalam seperti oarfish yang muncul di perairan dangkal tidak berarti bahwa gempa akan segera terjadi,” katanya kepada Liputan6.com Senin 10 Desember 2019
Memang, katanya, sejak dulu masyarakat di Jepang sudah ada legenda bahwa oarfish konon sebagai pembawa pesan dari dasar laut. Mereka mengaitkan perilaku binatang yang tidak lazim dengan pertanda akan terjadi gempa kuat.
“Tampaknya tanpa ada penelitian ilmiah, maka tidak akan pernah diketahui apakah cerita rakyat tersebut fakta atau hanya legenda saja,” katanya.
Dia juga menegaskan, majalah ilmiah bergengsi Bulletin of the Seismological Society of America (BSSA) pernah mempublikasikan fenomena kemunculan ikan laut dalam, dan kaitannya dengan peristiwa gempa besar. Hasil kajian ini ternyata bertentangan dengan cerita rakyat yang berkembang Jepang.
Para peneliti dalam mengkaji hubungan antara kemunculan ikan laut dalam dan gempa besar di Jepang menggunakan data cukup lama. Dalam kajian tersebut hanya menemukan satu peristiwa yang dapat dikorelasikan secara masuk akal, dari 336 kemunculan ikan dan 221 peristiwa gempa bumi.
“Berdasarkan penelitian tersebut sudah pasti bukan pertanda tsunami,” katanya.
Menurut teori oseanografi, kemunculan biota laut dalam ke permukaan hingga terbawa ke pesisir berkaitan dengan fenomena upwelling. Upwelling adalah sebuah fenomena air laut yang lebih dingin dan bermassa jenis lebih besar bergerak dari dasar laut ke permukaan. Dalam fenomena upwelling biasanya banyak ikan yang muncul ke permukaan.
Jika hanya satu atau dua ekor ikan, maka beberapa paper menyebutkan bahwa Oarfish juga memiliki kebiasaan mengambang di dekat permukaan air ketika mereka sakit atau sekarat.
“Faktor lainnya terbawa arus,” katanya menambahkan.
Leave a Reply