Mojokerto – Situs purbakala yang diperkirakan berupa bangunan candi ditemukan perajin bata merah di Desa Gemekan, Kecamatan Sooko, Mojokerto. Selama puluhan tahun, kebun yang ditanami pisang dan singkong oleh pemiliknya itu dianggap angker oleh warga setempat.
Bangunan kuno itu ditemukan di perkebunan Dusun Kedawung, Desa Gemekan. Kebun milik Mukid itu saat ini ditanami pisang dan singkong. Lahan di sekitarnya dimanfaatkan untuk menanam jagung dan kerajinan bata merah.
Tempat ini lumayan jauh dari permukiman penduduk. Yakni sekitar 300 meter di sebelah barat Desa Gemekan dan Kedungmaling, serta sekitar 200 meter di sebelah selatan Dusun Ngenu, Desa Klinterejo.
Perajin bata merah di dekat lokasi situs, Puji Wahyudi (49) mengatakan struktur bata merah kuno di kebun milik Mukid sejatinya ditemukan sejak 1986 silam. Kala itu, Kadar, warga Desa Klinterejo menyewa lahan tersebut untuk digali dan diolah menjadi bata merah.
“Karena ada bata kunonya, almarhum Gus Kadar saat itu tidak melanjutkan menggali tanah ini untuk bata merah,” kata Puji kepada detikcom sembari menunjukkan struktur kuno di kebun pisang milik Mukid, Rabu (29/9/2021).
Oleh sebab itu, sampai saat ini kebun pisang milik Mukid lebih tinggi dibandingkan tanah di sekitarnya. Menurut Puji, warga setempat biasa menyebut kebun tersebut dengan nama Putuk Gedang. Karena selama ini ditanami pisang oleh pemiliknya.
Selama puluhan tahun pula, Puji dan sebagian masyarakat setempat menganggap kebun pisang itu angker. Dia percaya banyak makhluk gaib yang menjaga putuk tersebut. Sehingga tidak ada orang yang berani merusaknya.
“Lokasinya angker, konon kalau nekat menggali bisa sakit, lalu mati. Sekitar tahun 2017 ada orang ritual mencari emas di lokasi, setelahnya dia sakit dan mati,” terangnya.
Struktur kuno juga ditemukan di lahan milik Sulkan yang terletak di sebelah utara Putuk Gedang tahun 2017. Lagi-lagi cerita mistis mewarnai penemuan bangunan purbakala ini. Menurut Puji, pemilik lahan pun tak berani memindahkan struktur tersebut.
“Pak Sulkan saat itu mau memindahkan bata kuno untuk dibuat galengan (jalan setapak). Malamnya dia mimpi ditangkap orang-orang seperti prajurit Majapahit. Besoknya ia mengembalikan ke lokasi semula karena arti mimpinya itu dilarang merusak bangunan ini,” terangnya.
Arkeolog BPCB Jatim Muhammad Ichwan menjelaskan, pihaknya telah melakukan pengecekan ke lokasi penemuan bangunan kuno bersama Pemerintah Desa Gemekan pada Selasa (28/9). Ia memastikan struktur bata merah di kebun milik Mukid dan Sulkan adalah situs cagar budaya. Hanya saja sebagian besar masih terpendam di dalam tanah.
Masing-masing bata merah kuno penyusun struktur tersebut mempunyai dimensi panjang 36 cm, lebar 22 cm, tebal 8-10 cm. Di kebun pisang, struktur yang sudah nampak hanya di sisi barat. Panjangnya 6,5 meter dan tingginya sekitar 1 meter. Setengah dari bangunan kuno ini menjorok ke barat sejauh 80 cm.
“Dugaan awal kami itu bangunan candi. Karena adanya bagian yang menjorok, kami perkirakan bagian penampil candi. Umumnya candi di Jatim menghadap arah barat ditandai penampil di sisi barat biasanya tangga candi. Namun, harus diekskavasi untuk memastikan,” jelasnya.
Struktur bata merah kuno juga ditemukan di lahan milik Sulkan. Yaitu di sisi barat laut sekitar 10 meter dari Putuk Gedang. Bangunan yang sudah nampak membujur dari utara ke selatan sepanjang 4,2 meter, lebarnya 60 cm, tingginya 4 lapis bata. Struktur serupa juga ditemukan di sisi barat daya dari kebun pisang milik Mukid.
“Kemungkinan diduga itu pagar keliling candi tersebut, untuk membuktikannya perlu kajian lebih lanjut,” ujar Ichwan.
Namun, Ichwan belum bisa memastikan struktur purbakala di Desa Gemekan ini peninggalan Majapahit atau kerajaan yang lebih tua.
“Kami belum bisa memastikan itu terkait mana. Bata merahnya lebih tebal dibandingkan situs Majapahit pada umumnya, seperti Candi Brahu dari masa Mpu Sindok (Raja Medang 929-947 masehi) memakai bata merah lebih tebal dari penyusun peninggalan Majapahit yang biasanya 7 cm tebalnya,” cetusnya.
Ichwan menambahkan BPCB Jatim telah mendata struktur kuno di Desa Gemekan sebagai situs cagar budaya pada 2017 lalu. Hanya saja sampai saat ini ekskavasi belum bisa digelar.
“Karena BPCB wilayahnya se-Jatim, banyak yang perlu prioritas. Kami sudah koordinasi dengan pemerintah desa setempat, mereka mendukung pengamanan saat ini, pemilik lahan juga melindungi sejak dulu,” tandasnya.
Leave a Reply