Sukabumi – Sukabumi punya banyak destinasi yang unik dan menarik. Salah satunya adalah Gua Ratu Karang Pamulang yang dikenal angker. Apakah benar? Mari kita buktikan.
Suara debur ombak menghantam karang terdengar keras. Derak bambu bekas pagang (perahu penangkap ikan terbuat dari bambu) yang hancur, menambah kesan angker di lokasi yang dikenal dengan sebutan Karang Pamulang tersebut.
Seorang pria menyambut kami ramah. Dia adalah Iwan Gunawan, juru kunci alias penjaga Gua Ratu Karang Pamulang, Pantai Tenjoresmi yang berada di pinggir Jalan Raya Citepus, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Sebuah jalan setapak kecil mengarah langsung ke gua tersebut.
“Saya yang menjaga tempat ini, Gua Ratu Karang Pamulang kebetulan sudah turun temurun sejak zaman Belanda. Generasi ke tiga dari Eyang Iyob, ke kakek saya kemudian ayah saya dan terakhir saya yang menjadi juru kunci tempat ini,” kata Iwan tersenyum ramah dan mempersilakan detikJabar untuk duduk di tempat semacam gazebo.
Sekadar diketahui, Gua Karang Pamulang dikenal keangkerannya. Bahkan banyak yang menyebut lokasi tersebut paling angker di wilayah Palabuhanratu. Mendengar itu, Iwan hanya tersenyum, menurutnya hal itu tergantung dari niat mereka yang datang.
“Soal katanya angker itu bisa iya bisa tidak, semuanya tergantung dari niat mereka yang datang. Kalau niatnya zalim tidak baik dan datang dengan kurang sopan bisa jadi kesan angker. Tapi kalau datangnya dengan salam, adabnya bagus bisa adem ayem raos (enak),” ujar Iwan.
Goa Karang Pamulang di Kabupaten Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah
Hawa sejuk menerpa di lokasi, kesan mistis terasa pekat saat Iwan masuk ke dalam pintu gua. Informasinya kedalaman gua tersebut sekitar 10 meter. Gelap pekat menyelimuti, satu-satunya penerangan berasal dari lampu sorot ponsel milik Iwan.
Ada beberapa ruangan di dalam gua alami itu, ruangan yang disebut sebagai tempat untuk Riyadhah. Disusul beberapa ruangan lain, yang juga digunakan untuk keperluan serupa.
Menurut Iwan, Riyadhah yang dimaksud adalah untuk melatih diri mengisi rohani untuk menyucikan jiwa memerangi keinginan jasmani. Sehelai karpet lusuh dijadikan alas di ruangan-ruangan itu.
Iwan menampik lokasi Gua Karang Pamulang kerap dijadikan tempat pemujaan atau hal lain yang berhubungan dengan niat atau keinginan meminta kepada selain Maha Pencipta. Menurutnya, apa yang ada di dalam gua hanya sebatas syarat karena hakikatnya semua bermuara kepada Sang Khalik.
“Intinya untuk menenangkan diri, berserah diri bukan meminta kepada tempat khusus tapi dari Allah. Tempat menyepi dan berdoa sesuai keinginan masing-masing,” ujarnya.
Iwan lebih suka menyebut lokasi gua tersebut sebagai tempat wisata religi. Perjalanan terus berlanjut ke perut gua, ada semacam jembatan terbuat dari bambu kuning yang melintasi mata air alami yang terbentuk dari tetesan stalagmit di dalam gua. Begitu juga ada mata air lainnya yang terletak di ujung gua.
“Airnya segar karena terbentuk secara alami, bisa dipakai mandi juga,” ucap dia.
“Ada ruangan-ruangan dengan sekat karena kiri kanan, karena adabnya tidak boleh perempuan dan laki-laki bercampur. Harus terpisah apalagi kalau bukan muhrim,” kata Iwan menambahkan.
Suasana gelap dan bau khas gua yang menusuk membuat kami tidak betah berlama-lama di dalam gua tersebut. Hanya sekitar 15 menit di dalam kami meminta Iwan untuk mengantar ke arah pintu keluar gua.
“Ini disebut sebagai petilasan, Pangeran Panji kemudian Sang Ratu Munggul Putih, alias Eyang Kuncung Putih yang dipercaya sebagai guru dari Prabu Siliwangi. Kalau pangeran Panji adalah penguasa gua ini, Bunda Ratu Agung Pantai Selatan dan dipercaya lokasi ini sebagai perkumpulan para leluhur,” tutur Iwan.
Leave a Reply